Sabtu, 30 Januari 2016

Angka Saknsekerta

Angka Sanksekerta adalah sistem penamaan bilangan dalam bahasa Sanksekerta. Tidak seperti bahasa Indonesia, di mana bilangan diucapkan dari satuan yang paling besar ke yang paling kecil, dalam bahasa Sanskerta urutan ini dibalik.

Penyebutan Angka Sanksekerta

0                          = das
1                          = eka
2                          = dwi
3                          = tri
4                          = catur
5                          = panca
6                          = sat
7                          = sapta
8                          = asta
9                          = nawa
10                        = dasa
100                      = sata
1.000                   = sahasra
10.000                 = ayuta
100.000               = laksa
1.000.000            = prayuta
10.000.000          = koti
100.000.000        = vyarbuda
1.000.000.000     = padma

Contoh :  
Angka 15
15 dalam bahasa Indonesia disebut  lima belas.
15 terdiri dari angka 1 sebagai puluhan dan 5 sebagai satuan.
Atau dapat ditulis sebagai berikut:   15 = 10 + 5.
Dalam bahasa Sanksekerta penulisannya dibalik, sehingga menjadi
15 = 5 + 10.
Pembacaan:
5    =  panca
10  =  dasa
Jadi, 15 dalam bahasa sanksekerta dibaca "panca dasa"

Angka 198
198 =  8 + 90 + 100
8       =    asta
90     =    nawadasa
100   =    sata
Sehingga dalam bahasa Sanksekerta 198 dibaca "asta nawadasa sata"

Angka 562
562 =  2 + 60 + 500
2          = dwi
60        = satdasa
500      = pancasata
Sehingga dalam bahasa Sanksekerta 562 dibaca "dwi satdasa pancasata"

Angka 1473
1473 =  3 + 70 + 400 + 1000
3          = tri
70        = saptadasa
400      = catursata
1000    = sahasra
Sehingga dalam bahasa Sanksekerta 1473 dibaca "tri saptadasa catursata sahasra"

Angka 8956
8956 = 6 + 50 + 900 + 8000
6          = sat
50        = pancadasa
900      = navasata
8000    = astasahasra
Sehingga dalam bahasa Sanksekerta 8956 dibaca “sat pancadasa navasata astasahasra

Angka 74.925
74.925   = 5 + 20 + 900 + 4000 + 70.000
5          = panca
20        = dwidasa
900      = navasata
4000    = catursahasra
70.000 = saptaayuta
Sehingga dalam bahasa Sanksekerta 74.925 dibaca "panca dwidasa navasata catursahasra saptaayuta"

Rabu, 27 Januari 2016

Penggunaan Metafora dalam Pembelajaran

Penggunaan metafora dalam pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu kemampuan menciptakan minat dan meningkatkan motivasi belajar para siswa. Metafora yang dimaksud dalam tulisan ini adalah memaparkan cerita tentang hakikat kesuksesan, perumpamaan-perumpamaan mengenai suatu bentuk kehidupan yang mereka alami sekarang dan yang akan mereka hadapi kelak, simulasi, ataupun kisah-kisah berbagai orang sukses yang berkaitan dengan materi, serta legenda-legenda lainnya. Diharapkan nantinya, setelah pembelajaran matematika selesai, setiap siswa sebagai pembelajar memiliki wawasan lebih tentang kehidupan nyata yang akan mereka songsong, sehingga motivasi mereka untuk lebih sungguh-sungguh belajar dapat ditingkatkan.

Tujuan utama penggunaan metafora dalam pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar, bukan hanya belajar matematika tetapi belajar nilai-nilai kehidupan. Metafora menggugah motivasi siswa untuk belajar matematika, memberdayakan potensi mereka untuk menjawab tantangan dalam simulasi matematika, dan yang paling penting menjelajahi nilai-nilai kehidupan yang menginspirasi mereka untuk melakukan upaya terbaik dalam hidupnya 

Banyak metafora yang dapat digunakan atau disampaikan dalam setiap pembelajaran, diantaranya: (1) bercerita dengan menggunakan perumpamaan untuk menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya pembelajaran tersebut, (2) bercerita dengan perumpamaan, pengaitan materi terhadap hal-hal nyata untuk lebih memudahkan pemahamannya, (3) memberikan penjelasan bagaimana cara-cara tepat dan cepat dalam mempelajari materi pelajaran, (4) menyajikan paparan bahwa orang belajar harus siap keluar dari “zona nyaman‟, (5) mengisahkan tentang beberapa tokoh yang ada kaitannya dengan kesuksesan dalam belajar terkhusus materi yang dipelajarinya, dan (6) memberikan beberapa nasihat dan tips untuk meraih keberhasilan dalam belajar matematika. Demikianlah bentuk-bentuk metafora yang tertuang dalam pembelajaran.

Selasa, 26 Januari 2016

Candrasengkala

Pemakaian angka Sanskerta ini masih dapat dijumpai dalam bentuk Candrasengkala di beberapa tempat seperti pintu masuk Keraton Yogyakarta dalam bentuk lambang ular yang menandakan tahun dibangunnya keraton tersebut. 
Gambar Pintu Masuk Kraton Yogyakarta

Sengkalan adalah angka tahun yang dilambangkan dengan kata-kata atau gambar yang mempunyai makna.
Sengkalan ada dua macam:
  • Surya sengkala  (Kalender Masehi)
  • Candra sengkala (Kalender Hijriyah / Jawa)
Untuk membuat sengkalan, kalimat harus punya makna yang utuh, puitis, dan indah.

Penyebutan Angka Sengkalan
1 (satu)
  • Jumlahnya satu, seperti       : negara, raja, ratu, bangsa, dewa, gusti, tuhan, dll.
  • Bentuknya bulat, seperti     : bumi, bulan, matahari
  • Memiliki arti satu, seperti   : eka, tunggal, siji, dll.
  • Menyatakan orang, seperti  : manungsa, wong, janma, dll
2 (dua)
  • Jumlahnya dua dan fungsinya, seperti : mata, kuping, swiwi, ndeleng, mabur, dll
  • Memiliki arti dua, seperti                     : kembar, penganten, dwi, dll
3 (Tiga)
  • Api dan Sifatnya, seperti : agni, geni, dahana, panas, murup, dll
  • Menyatakan tiga, seperti : tri, tiga, telu, dll
4 (Empat)
  • Air, seperti                            : toya, samodra, laut, tirta, sendang, wedang, dll
  • Memiliki arti empat, seperti : papat, catur, sekawan, dll
5 (Lima)
  • Jumlahnya lima, : cakra,pandawa, panca, gangsal, pusaka, dll
  • Raksasa              : buta, raseksa, raseksi, dll
  • Angin                 :  bayu, samirana, dll
6 (Enam)
  • Rasa dan asalnya : asin, manis, gurih, pedes, kecut, uyah, gendis,
  • Jumlah enam       : nem, sad, hangga-hangga, dll
7(Tujuh)
  • Berkaitan dengan petapa : biksu, resi, dll
  • Kuda                                : jaran, aswa, dll
  • Gunung                            : giri, ardi, arga
  • Tujuh                               : pitu, sapta
8(Delapan)
  • Hewan Melata  : baya, cicak, ula, naga, dll
  • Gajah                : diraga, dwipangga, liman, dll
  • Delapan            : wolu, asta
9 (Sembilan)
  • Benda berlubang : dwara, gapura, lawang, gatra, rong, dll
  • Sembilan             : nawa, sanga, raga, rumaga
0(nol)
  • Tidak ada atau hilang  : suwung, asat, ilang, nir, sirna, dll
  • Langit dan sifatnya     : akasa, gegana, dirgantara, duwur, inggil, dll
Ukiran patung dua ular naga yang saling melilit ekornya di depan pintu gerbang keraton Yogyakarta mewakili kata-kata: Dwi Naga Rasa Tunggal.
Secara angka, tahun dwi naga rasa tunggal ini dapat diartikan: dwi= 2, naga= 8, rasa= 6, dan tunggal= 1, atau tahun 1682 Jawa (1756 M), yaitu tahun pada saat keraton ini dibangun.
Contoh:
"Naga Salira Ambuka Bumi ".
Naga       =             8
Salira      =             8
ambuka   =             9
bumi        =             1.
Jadi tersusun 8891. Susunan angka ini harus dibalik, sehingga menjadi tahun 1988.  
"Sirna Ilang Kretaning Bumi" 
Sirna         =             0
ilang           =             0
kretaning    =             4
bumi           =             1
Tersusun 0041, lalu dibalik menjadi 1400.
"Sabda Pandhawa Raga Nyawiji"
Berarti 7591, kemudian dibalik menjadi tahun 1957
"Aji Budaya Muluk Samya"
Berarti 1102, kemudian dibalik menjadi tahun 2011


Minggu, 24 Januari 2016

Angka Nol

Banyak literatur yang menyebutkan bahwa Al-Khawarizmi lah yang memperkenalkan bilangan nol (0). Ia sebagai bapak Aljabar dan sekaligus sebagai penerjemah karya-karya Yunani kuno. Namun ternyata sejarah angka nol sudah dimulai jauh sebelum tahun mahesi. Dari bangsa Babylonia, India sampai Cina.
Kapan tepatnya angka nol pertama kali dikenal peradaban dunia masih misteri, tapi tercatat dalam sejarah bangsa Babylonia bahwa angka nol muncul sebagai simbol pada 700 tahun sebelum masehi, berarti 14 abad sebelum Al-Khawrizmi ada.  Simbol nol di jaman Babylonia tidak pernah berdiri sendiri, tapi hanya sebagai akhir bilangan, seperti 120 = 2×60. Jadi konsep “nol” sendiri diperkirakan belum dikenal di jaman Babylonia.
Pernah tercatat bahwa konsep nol tertua justru berasal dari India, sekitar tahun 9 masehi.  Perkalian dan penjumlahan bilangan nol mulai digunakan dalam perhitungan pada zaman ini. Tapi sekitar 5-2 abad sebelum masehi seorang matematikawan india bernama Pingala  telah menggunakan konsep bilangan biner. Pingala lah yang mengenalkan konsep bilangan nol dalam bahasa sansekerta sebagai Å›Å«nya. Kemudian seorang matematikawan India bernama Aryabhata pada tahun 498 masehi memperkenalkan konsep bilangan desimal dari hasil Pingala.
Konsep bilangan nol dan sifat-sifatnya terus berkembang dari waktu ke waktu. Hingga pada abad ke-7, Brahmagupta seorang matematikawan India memperkenalkan beberapa sifat bilangan nol. Sifat-sifatnya adalah suatu bilangan bila dijumlahkan dengan nol adalah tetap, demikian pula sebuah bilangan bila dikalikan dengan nol akan menjadi nol. Tetapi, Brahmagupta menemui kesulitan, dan cenderung ke arah yang salah, ketika berhadapan dengan pembagian oleh bilangan nol “sebuah bilangan dibagi oleh nol adalah tetap”. Tentu saja ini suatu kesalahan fatal.
Bangsa Maya mengembangkan nol sekitar tahun 350 dan menggunakannya untuk menunjukkan sebuah tempat dalam sistem kalender mereka yang rumit. Meskipun sangat terampil matematikawan bangsa Maya tidak pernah menggunakan nol dalam persamaan.
Sedangkan di Cina diperkirakan pada abad 1-5 masehi Sunzi Suanjing  dipercaya juga memperkenalkan konsep nol dengan menjelaskan sistem “counting rods”, dimana tanpa “rod” mensimbolkan nol. Tapi di Cina ini konsep nol ini tidak dianggap sebagai bilangan.  Konsep nol dan desimal ini sendiri lebih dipopulerkan oleh matematikawan India, dan mencapai eropa pada abad 13.
Ide-ide brilian dari matematikawan India selanjutnya dipelajari oleh matematikawan Muslim dan Arab. Hal ini terjadi pada tahap-tahap awal ketika matematikawan Al-Khawarizmi meneliti sistem perhitungan Hindu (India) yang menggambarkan sistem nilai tempat dari bilangan yang melibatkan bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Al-Khawarizmi adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh. Sistem ini disebut sebagai sistem bilangan desimal.
Angka nol ini kemudian dibawa ke Eropa oleh Leonardo Fibonacci dalam karyanya Liber Abaci, dan semakin dikenal luas pada zaman Renaisance. Fibonacci menggunakan angka nol untuk melakukan persamaan tanpa sempoa yaitu alat yang paling umum digunakan untuk melakukan aritmatika. Perkembangan ini sangat populer di kalangan pedagang, mereka menggunakan persamaan Fibonacci yang melibatkan nol untuk menyeimbangkan buku mereka.
Sempat terjadi kecurigaan pemerintah Italia terhadap angka Arab dan melarang penggunaan nol. Pedagang terus menggunakannya secara ilegal dan diam-diam. Kata Arab untuk nol, "sifr," kemudian menjadi kata "cipher," yang tidak hanya berarti karakter numerik, tetapi juga menjadi "kode."
Pada 1600-an, nol digunakan cukup luas di seluruh Eropa. Itu menjadi dasar dalam sistem koordinat Cartesian Rene Descartes, Sir Isaac Newton dan Gottfried Wilhem Liebniz tentang perkembangan kalkulus. Kalkulus membuka jalan bagi fisika, teknik, komputer, dan banyak teori keuangan dan ekonomi.
Pada mulanya, angka nol digambarkan sebagai ruang kosong tanpa bentuk yang di India disebut dengan sunya (kosong, hampa).Hingga kini, angka nol memiliki makna yang sangat khas dan memudahkan seseorang dalam berhitung. Namun terkadang keberadaan angka nol ini menyebabkan kekacauan logika.
Terkadang nol dengan kosong disamakan arti, tetapi dalam matematika kosong berbeda dengan nol. Nol pada dasarnya adalah simbol dalam proses berhitung, sebagai angka atau digit. Dalam number theory, nol adalah bilangan yang memisahkan antara bilangan negatif dan positif. Konsep kosong atau empty (leeg, Bahasa Belanda) dalam pembelajaran matematika diperkenalkan dalam teori himpunan.
Berikut konsep kosong dapat dijelaskan sebagai suatu himpunan. Sekumpulan hewan dalam kandang yang terdiri atas satu sapi, satu domba, dan satu keledai. Kumpulan hewan ini dalam bahasa matematika disebut sebagai himpunan. Sapi, domba, dan keledai kemudian disebut sebagai elemen dari himpunan hewan tersebut. Jika satu per satu hewan dikeluarkan sampai tidak ada hewan yang tersisa maka dalam bahasa Indonesia kita mengatakan, “kandangnya kosong“, bukan “kandangnya nol“. Dalam bahasa matematika, ketika kandang telah dikosongkan, himpunan hewan tersebut sekarang tidak punya elemen. Himpunan seperti ini disebut kosong.
Namun jumlah elemen dari himpunan kosong adalah nol. Konsep kosong memiliki dimensi filosofis tersendiri. Konsep ini banyak dibahas dalam literatur filsafat matematika.

Sabtu, 23 Januari 2016

Bilangan Negatif

          Saat ini kita menggunakan bilangan negatif dalam berbagai konteks sehingga bilangan tersebut tampak sangat alami bagi kita. Itu karena kita sudah diajarkan untuk melihat bilangan sebagai suatu urutan seperti dalam garis bilangan, membentang dari nol di kedua arah positif dan negatif. Ternyata, bilangan negatif sempat menjadi perdebatan panjang diantara para matematikawan. Baru pada awal abad ke-19lah bilangan negatif diterima sebagai bagian dari sistem bilangan dan digunakan secara luas.
A.   Cina
     Di antara orang-orang yang paling awal menggunakan bilangan negatif dalam perhitungan adalah Cina kuno. Bilangan negatif muncul pertama kali dalam buku Jiu Zhang Suan-Shu (Mathematical Art) yaitu pada tahun 220 SM pada masa pemerintahan dinasti Han. Pada bab sembilan dalam buku tersebut disebutkan bahwa mereka menggunakan batang untuk melakukan perhitungan, dengan batang merah untuk bilangan positif dan batang hitam untuk bilangan negatif. Contoh di bawah ini menunjukkan beberapa angka Cina yang direpresentasikan oleh batang.


Angka Cina
 B.    India
     Di India, angka negatif mulai muncul sekitar abad ke -7 dalam Brahma-Sphuta-Siddhanta karya Brahmagupta. Brahmagupta memberikan kontribusi cukup besar dalam perkembagan bilangan negatif dengan menemukan penggunaan bilangan negatif untuk menghasilkan bentuk umum rumus kuadratik dan solusi negatifnya, dan menyatakan aturan yang berkaitan dengan bilangan positif dan negatif. Ia menggunakan istilah “fortune” dan “debts” untuk menyatakan positif dan negatif sebagai berikut;

  •      A debt minus zero is a debt.
  •      A fortune minus zero is a fortune.
  •      Zero minus zero is a zero.
  •      A debt subtracted from zero is a fortune.
  •      A fortune subtracted from zero is a debt.
  •      The product of zero multiplied by a debt or fortune is zero.
  •      The product of zero multiplied by zero is zero.
  •      The product or quotient of two fortunes is one fortune.
  •      The product or quotient of two debts is one fortune.
  •      The product or quotient of a debt and a fortune is a debt.
  •      The product or quotient of a fortune and a debt is a debt.
     Pada saat itu sistem nilai tempat telah ada di India, dan angka 0 telah digunakan dalam sistem bilangan.Untuk menunjukkan bilangan negative, orang-orang Hindu menempatkan lingkaran kecil atau dot di atas atau di samping nomor untuk menunjukkan bahwa itu adalah negatif.
 C.     Yunani
     Sekitar 300 M, Diophantus menulis Arithmetica, sebuah teks atau buku yang berisi kumpulan  permasalahan yang sekarang kita sebut persamaan linier dan kuadratik . Dalam suatu masalah Diophantus menulis persamaan  4 = 4x + 20 yang akan memberikan hasil negatif yaitu x=-4. Namun dia menyebut hasil ini absurd atau tidak masuk akal.
     Orang-orang Yunani kuno juga menolak setiap solusi untuk persamaan yang memberikan penyelesaian berupa bilangan negatif. Mereka menyebut penyelesaian tersebut "tidak masuk akal" dan "tidak mungkin". Mereka tidak bisa melihat bagaimana jawaban negatif bisa bermakna, karena menurut mereka tidak mungkin untuk memiliki jumlah yang lebih kecil dari kosong (less than noting). Pendapat ini diturunkan kepada matematikawa di Eropa selama lebih dari seribu tahun.
     Orang Yunani kuno tidak benar-benar memberikan perhatian yang serius terhadap masalah bilangan negatif karena matematika mereka dilandasi oleh ide-ide geometris. Panjang, luas, dan volume yang dihasilkan dari konstruksi geometris tentu semua harus positif. 
D.    Arab
     Pada abad ke-9 di Baghdad, Al - Khawarizmi memperkenalkan enam bentuk standar persamaan linier dan kaudrat dan solusi yang dihasilkan menggunakan metode aljabar dan diagram geometris. Dalam metode aljabarnya dia mengakui bahwa ia mengunakan ide-ide dari karya Brahmagupta tentang gagasan bilangan negatif. Namun, model geometrisnya (berdasarkan karya matematikawan Yunani) meyakinkannya bahwa hasil negatif adalah tidak bermakna. Bagaimana bisa diperoleh persegi degan sisi negatif? Dalam sebuah risalah terpisah pada hukum warisan, Al-Khawarizmi merepresentasikan penyelesian negatif sebagai hutang.
     Pada abad ke-10, Abul Wafa menggunakan bilangan negatif untuk merepresentasikan hutang dalam karyanya yang berjudul “what is necessary from the science of arithmetic for scribes and businessmen?” Hal ini tampaknya menjadi satu-satunya bukti di mana bilangan negatif telah ditemukan dalam matematika Arab abad pertengahan.
     Pada abad ke-12, Al-Samawal telah menghasilkan sebuah aljabar dimana ia menyatakan bahwa :
  • jika kita kurangi bilangan positif dari empty power, sisanya adalah bilangan negatif,
  • jika kita kurangi bilangan negatif dari empty power, sisanya adalah bilangan positif,
  • hasil kali bilangan negatif oleh bilangan positif adalah negatif, dan dengan bilangan negatif adalah positif .
E.   Eropa
     Bilangan negatif baru mulai muncul di Eropa pada abad ke-15 ketika para sarjana mulai mempelajari dan menerjemahkan teks-teks kuno yang ditemukan kembali dari sumber-sumber Islam dan Bizantium. Hal ini menjadi awal proses dalam membangun ide-ide yang telah hilang sebelumnya. Pemicu utama pengembangan dalam matematika adalah masalah memecahkan persamaan kuadrat dan kubik.
     Sampai abad ke-17, sebagian besar matematikawan Eropa menolak konsep bilangan negatif, meskipun Fibonacci, dalam bukunya yang berjudul Liber Abaci telah menunjukkan solusi negatif dalam masalah keuangan di mana mereka bisa ditafsirkan sebagai debit dan selanjutnya dalam Flos disebut sebagai kerugian. Namun masih dalam abad yang sama, beberapa ahli matematika menemukan bahwa angka negatif cukup bermanfaat. Selama mereka tidak mengkhawatirkan tentang makna bilangan negatif, mereka menemukan bahwa mereka bisa memecahkan beberapa persamaan yang sangat rumit, seperti persamaan kubik dan kuadrat. Terlebih lagi, meskipun dalam perhitungan mungkin  melibatkan bilangan negatif, penyelesainya sering diperoleh dalam bentuk bilangan riil positif seperti yang diharapkan.
     Masih pada abad ke- 17, pemaknaan baru bilangan negatif muncul.  Matematikawan Inggris, John Wallis menjadi salah satu matematikawan yang dihargai berkat pemaknaanya terhadap bilangan negatif dengan menciptakan garis bilangan. Ia adalah orang pertama yang memaknai bilangan negatif sebagai arah (direction) dan menunculkan ide tentang garis bilangan sebagai representasi geomteri dari sistem bilangan.
     Selanjutnya, banyak matematikawan yang secara rutin bekerja menggunakan bilangan negatif dan imajiner dalam teori persamaan dan dalam pengembangan kalkulus. Gottfried Wilhelm Leibniz adalah matematika pertama yang secara sistematis menggunakan bilangan negatif sebagai bagian dari sistem matematika koheren, kalkulus infinitisemal. Kalkulus menunjukkan bagaimana bilangan negatif dibutuhkan dan anggapan bilangan negatif sebagai " nomor tidak masuk akal " dengan cepat memudar.